
Sejak diterapkannya Kurikulum Merdeka, banyak guru merasa seperti naik roller coaster—termasuk para guru Informatika. Kurikulum ini membawa semangat kebebasan, fleksibilitas, dan penyesuaian dengan kebutuhan peserta didik. Tapi di sisi lain, ada banyak tantangan yang nggak bisa diabaikan.
Nah, artikel ini bakal membahas secara santai tapi serius tentang tantangan-tantangan yang dihadapi guru Informatika dalam Kurikulum Merdeka. Yuk, kita bahas satu per satu! 🚀
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberi keleluasaan bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan siswa. Fokusnya adalah pada kompetensi esensial, karakter, dan pembelajaran berbasis proyek.
Dalam Kurikulum Merdeka, mata pelajaran Informatika bukan lagi pelengkap, tapi mulai mendapat tempat sebagai bagian dari kompetensi abad 21. Namun sayangnya, penerapan di lapangan masih jauh dari ideal.
Nggak semua guru yang mengajar Informatika punya latar belakang di bidang teknologi. Banyak yang berlatar belakang matematika, fisika, bahkan olahraga, lalu ditunjuk mengajar Informatika karena “tidak ada guru lain”.
Akibatnya:
Di atas kertas, pembelajaran Informatika butuh laptop, jaringan internet, proyektor, bahkan mikrokontroler. Tapi faktanya?
Alhasil, pembelajaran jadi teori terus tanpa praktik. Padahal Informatika itu butuh praktik hands-on.
Salah satu tantangan besar adalah kurangnya modul dan sumber belajar yang disesuaikan dengan Kurikulum Merdeka. Banyak guru mengeluhkan:
Guru merasa seperti ditinggal sendirian dalam belantara kurikulum baru.
Salah satu poin penting di Kurikulum Merdeka adalah Project Based Learning (PjBL). Konsepnya bagus banget — siswa diajak menyelesaikan masalah nyata dengan kolaborasi dan kreativitas. Tapi masalahnya:
Perlu pelatihan dan contoh konkret agar guru bisa menerapkan PjBL dengan efektif.
Meski katanya Kurikulum Merdeka lebih fleksibel, nyatanya guru masih dibebani administrasi yang cukup banyak:
Semua itu menyita waktu guru yang seharusnya bisa digunakan untuk fokus ke pengembangan pembelajaran.
Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk menjadi fasilitator, bukan sekadar penyampai materi. Tapi ini nggak gampang lho:
Ini butuh waktu dan proses adaptasi yang tidak instan.
Banyak orang tua masih menganggap Informatika itu “hanya pelajaran tambahan”. Akibatnya:
Perlu sinergi antara guru, sekolah, dan orang tua untuk membangun pemahaman bersama.
Meskipun tantangannya banyak, bukan berarti nggak bisa diatasi. Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain:
Perubahan akan terjadi kalau kita mulai dari hal kecil dan konsisten.
Peran guru Informatika di era Kurikulum Merdeka sangat krusial. Mereka bukan hanya pengajar, tapi juga inspirator, fasilitator, dan pembimbing siswa dalam memahami dunia digital. Meski banyak tantangan, semangat untuk terus belajar dan berkembang harus tetap dijaga.
Buat kamu para guru Informatika, tetap semangat ya! Perubahan memang nggak mudah, tapi dampak positifnya akan terasa seiring waktu. Yuk, kita bareng-bareng membentuk generasi yang melek teknologi, kreatif, dan siap menghadapi masa depan. 💡💪