
Sejak diperkenalkan, Kurikulum Merdeka membawa semangat baru dalam dunia pendidikan Indonesia: lebih fleksibel, kontekstual, dan berpusat pada murid. Namun bagaimana implementasinya di mata pelajaran yang tergolong baru seperti Informatika?
Sebagai guru informatika, kita tidak hanya dihadapkan pada perubahan struktur kurikulum, tapi juga tantangan membumikan konsep seperti algoritma, pemrograman, dan komputasi awan agar relevan dan menyenangkan bagi siswa. Nah, artikel ini akan mengulas bagaimana Kurikulum Merdeka diterapkan dalam mapel Informatika, lengkap dengan contoh praktiknya.
Dalam struktur Kurikulum Merdeka, Informatika adalah mapel wajib di SMP dan SMA, terutama di jalur Akademik. Fokusnya adalah membangun literasi digital, komputasional, dan kecakapan abad 21 seperti berpikir kritis, kolaboratif, dan kreatif.
Kurikulum Merdeka membuka ruang luas untuk guru berinovasi. Kita tidak lagi terlalu terikat oleh silabus yang kaku, melainkan diarahkan untuk merancang pembelajaran kontekstual sesuai minat siswa dan kebutuhan lingkungan.
Meskipun fleksibel, penerapan Kurikulum Merdeka juga datang dengan tantangan nyata, terutama bagi guru informatika:
Gabungkan proyek Informatika dengan mapel lain seperti IPS, Bahasa Indonesia, atau PPKn. Misalnya: membuat podcast digital tentang budaya lokal (Informatika x Bahasa).
Gunakan tools seperti Scratch, Thunkable, atau repl.it untuk pembelajaran coding. Google Sites bisa jadi sarana belajar membuat web tanpa perlu coding.
Dorong siswa mengeksplorasi, mencoba, bahkan gagal. Tujuannya bukan aplikasi yang sempurna, tapi bagaimana mereka belajar berpikir logis dan sistematis.
Kurikulum Merdeka memberi ruang bagi guru informatika untuk tidak sekadar mengajar “cara menggunakan komputer”, tapi juga menjadi fasilitator dalam membentuk pola pikir digital siswa. Dengan pendekatan berbasis proyek, kolaboratif, dan reflektif, mapel Informatika bisa menjadi salah satu ujung tombak pendidikan yang relevan dan berdampak.