
Di era digital ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) bukan lagi hal yang jauh dari keseharian siswa. Mereka tidak hanya sekadar mencari jawaban di Google, tapi sudah terbiasa “ngobrol” dengan ChatGPT, menggunakan GitHub Copilot untuk coding, atau bahkan mengedit gambar dengan bantuan AI di Canva. Sebagai guru informatika, kita tentu perlu menanggapi fenomena ini secara bijak: bukan dengan menolak, tapi dengan memahami dan mengarahkan.
Penggunaan AI di kelas informatika membuka peluang luar biasa untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Berikut beberapa manfaat yang bisa langsung dirasakan:
Dengan AI seperti ChatGPT, siswa bisa mendapatkan penjelasan sesuai tingkat pemahamannya. Misalnya, ketika siswa bingung dengan konsep looping dalam Python, mereka bisa meminta penjelasan sederhana atau contoh nyata, tanpa harus menunggu antrian bertanya ke guru.
Platform seperti GitHub Copilot atau Replit Ghostwriter dapat membantu siswa menulis kode lebih cepat, mengoreksi sintaks, bahkan memberi saran perbaikan. Ini membuat proses belajar jadi lebih dinamis, apalagi bagi siswa yang belajar mandiri di rumah.
Guru juga bisa memanfaatkan AI untuk membuat soal, menyusun RPP, atau bahkan menghasilkan rubrik penilaian berbasis kompetensi. Dengan waktu yang lebih efisien, guru bisa fokus pada hal yang lebih penting: membimbing dan membentuk karakter siswa.
Siswa bisa tergoda untuk langsung menyalin jawaban dari ChatGPT tanpa memahami prosesnya. Akibatnya, nilai bagus mungkin tercapai, tapi kompetensinya justru kosong.
Guru mungkin akan makin sulit membedakan mana karya asli siswa dan mana hasil copy-paste dari AI. Ini menuntut kita untuk lebih cermat dalam menyusun soal dan tugas berbasis proses, bukan hanya produk akhir.
Jangan takut coba AI! Sebagai guru informatika, kita perlu menjadi panutan dalam mengelola teknologi secara kritis dan kreatif.
Beberapa contoh pemanfaatan AI untuk guru:
Kita tidak bisa melarang AI masuk ke kelas, tapi kita bisa memandunya agar jadi alat belajar yang sehat dan bermakna. Dengan pendekatan yang terbuka dan kritis, guru dan siswa bisa bersama-sama tumbuh di era kecerdasan buatan ini. Mari jadikan AI bukan sebagai ancaman, tapi partner belajar yang mendukung pembelajaran yang lebih inklusif, efektif, dan menyenangkan.