
Ditulis oleh Tim RuangInformatika.com
Sejak awal tahun 2025, tagar #KaburAjaDulu mulai ramai diperbincangkan di media sosial, terutama di platform X (dulu Twitter). Tagar ini menjadi simbol keinginan banyak generasi muda Indonesia untuk pergi meninggalkan tanah air demi mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Istilah “kabur” di sini bukan sekadar lari dari kenyataan, tapi juga bentuk ekspresi atas ketidakpuasan terhadap situasi dalam negeri — mulai dari ekonomi, politik, pendidikan, hingga kesempatan kerja. Dalam ribuan unggahan yang menggunakan tagar ini, terlihat bahwa sebagian besar pelaku adalah generasi Z dan milenial muda.
Fenomena migrasi tenaga kerja terdidik — atau brain drain — telah menjadi perhatian banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketika anak muda dengan pendidikan tinggi dan potensi besar memilih meninggalkan negeri, maka:
Meski demikian, brain drain juga bisa berdampak positif jika diiringi kebijakan seperti diaspora engagement atau program brain gain — mengajak mereka kembali atau berkontribusi dari luar.
Penting untuk diingat bahwa keinginan bekerja di luar negeri harus dilakukan secara legal dan aman. Berikut adalah beberapa cara populer yang bisa ditempuh:
Negara seperti Australia dan Selandia Baru membuka kesempatan WHV bagi anak muda Indonesia usia 18–30 tahun untuk tinggal dan bekerja selama 1 tahun.
Beasiswa seperti Erasmus+, DAAD, dan Chevening tidak hanya menyediakan pendidikan, tapi juga peluang magang dan kerja paruh waktu.
Banyak perusahaan membuka magang global, khususnya di bidang IT, teknik, dan keuangan. Situs seperti AIESEC dan IAESTE bisa menjadi pintu awal.
Kanada, Jerman, dan Australia punya jalur migrasi untuk pekerja terampil yang bisa diakses melalui tes kemampuan bahasa, skill, dan pengalaman kerja.
Beberapa anak muda Indonesia membagikan pengalamannya secara terbuka:
“Saya memutuskan ke Jerman lewat program Ausbildung. Belajar sambil kerja di bidang IT, dan sekarang tinggal di Berlin dengan penghasilan yang layak.”
– Andika, 24 tahun
“Dengan WHV, saya bisa tinggal di Australia setahun. Belajar banyak soal profesionalisme dan punya cukup tabungan.”
– Rani, 27 tahun
Tidak sedikit yang tergiur janji manis agen tidak resmi, lalu berakhir sebagai korban eksploitasi atau perdagangan manusia. Oleh karena itu:
Tidak semua orang harus ke luar negeri untuk sukses. Beberapa opsi yang layak dipertimbangkan:
Tagar #KaburAjaDulu mencerminkan keresahan dan aspirasi generasi muda Indonesia. Ia bukan sekadar tren, tapi penanda bahwa sistem di dalam negeri perlu diperbaiki agar anak-anak mudanya tidak merasa perlu lari.
Namun, dengan pendekatan yang tepat — baik oleh individu, komunitas, maupun pemerintah — brain drain bisa diubah menjadi brain gain. Anak muda bisa sukses di luar negeri dan tetap berkontribusi untuk Indonesia.
Apakah kamu termasuk yang sedang mempertimbangkan untuk #KaburAjaDulu? Atau justru ingin membangun dari dalam? Tulis opini kamu di kolom komentar!