Tantangan Guru Informatika di Kurikulum Merdeka

Gambar ilustrasi guru informatika sedang mengajar.

Sejak diterapkannya Kurikulum Merdeka, banyak guru merasa seperti naik roller coaster—termasuk para guru Informatika. Kurikulum ini membawa semangat kebebasan, fleksibilitas, dan penyesuaian dengan kebutuhan peserta didik. Tapi di sisi lain, ada banyak tantangan yang nggak bisa diabaikan.

Nah, artikel ini bakal membahas secara santai tapi serius tentang tantangan-tantangan yang dihadapi guru Informatika dalam Kurikulum Merdeka. Yuk, kita bahas satu per satu! 🚀

📘 Sekilas Tentang Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberi keleluasaan bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan siswa. Fokusnya adalah pada kompetensi esensial, karakter, dan pembelajaran berbasis proyek.

Dalam Kurikulum Merdeka, mata pelajaran Informatika bukan lagi pelengkap, tapi mulai mendapat tempat sebagai bagian dari kompetensi abad 21. Namun sayangnya, penerapan di lapangan masih jauh dari ideal.

🧑‍🏫 Tantangan Kompetensi Guru

Nggak semua guru yang mengajar Informatika punya latar belakang di bidang teknologi. Banyak yang berlatar belakang matematika, fisika, bahkan olahraga, lalu ditunjuk mengajar Informatika karena “tidak ada guru lain”.

Akibatnya:

  • Guru jadi merasa tidak percaya diri.
  • Penguasaan materi (seperti coding, jaringan, AI) masih rendah.
  • Pembelajaran jadi kurang maksimal karena guru sendiri masih belajar.

💻 Keterbatasan Fasilitas

Di atas kertas, pembelajaran Informatika butuh laptop, jaringan internet, proyektor, bahkan mikrokontroler. Tapi faktanya?

  • Banyak sekolah hanya punya beberapa unit komputer.
  • Jaringan internet lambat atau nggak ada sama sekali.
  • Ruang laboratorium tidak tersedia atau rusak.

Alhasil, pembelajaran jadi teori terus tanpa praktik. Padahal Informatika itu butuh praktik hands-on.

📝 Kurangnya Panduan dan Modul yang Siap Pakai

Salah satu tantangan besar adalah kurangnya modul dan sumber belajar yang disesuaikan dengan Kurikulum Merdeka. Banyak guru mengeluhkan:

  • Modul dari pemerintah masih sangat umum dan belum kontekstual.
  • Harus menyusun sendiri bahan ajar yang sesuai dengan kondisi siswa.
  • Butuh waktu ekstra untuk mencari atau membuat materi sendiri.

Guru merasa seperti ditinggal sendirian dalam belantara kurikulum baru.

🎯 Pembelajaran Berbasis Proyek Tidak Mudah

Salah satu poin penting di Kurikulum Merdeka adalah Project Based Learning (PjBL). Konsepnya bagus banget — siswa diajak menyelesaikan masalah nyata dengan kolaborasi dan kreativitas. Tapi masalahnya:

  • Guru belum terbiasa menyusun dan memandu proyek.
  • Waktu terbatas karena beban mengajar yang tinggi.
  • Proyek seringkali hanya formalitas tanpa makna.

Perlu pelatihan dan contoh konkret agar guru bisa menerapkan PjBL dengan efektif.

📚 Beban Administrasi yang Masih Tinggi

Meski katanya Kurikulum Merdeka lebih fleksibel, nyatanya guru masih dibebani administrasi yang cukup banyak:

  • Penyusunan perangkat ajar seperti ATP, modul ajar, CP, TP, dan lainnya.
  • Pelaporan proyek penguatan profil pelajar Pancasila.
  • Pelaporan ke platform digital yang kadang error atau tidak responsif.

Semua itu menyita waktu guru yang seharusnya bisa digunakan untuk fokus ke pengembangan pembelajaran.

🔄 Perubahan Paradigma Mengajar

Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk menjadi fasilitator, bukan sekadar penyampai materi. Tapi ini nggak gampang lho:

  • Guru harus membiasakan diri untuk memberi ruang eksplorasi bagi siswa.
  • Perlu membangun budaya berpikir kritis dan kolaboratif di kelas.
  • Guru juga harus belajar ulang bagaimana membimbing siswa secara personal.

Ini butuh waktu dan proses adaptasi yang tidak instan.

👨‍👩‍👦 Dukungan Orang Tua dan Lingkungan

Banyak orang tua masih menganggap Informatika itu “hanya pelajaran tambahan”. Akibatnya:

  • Kurang dukungan terhadap kebutuhan belajar anak.
  • Gadget diberikan tanpa kontrol dan tanpa arah edukatif.
  • Siswa kurang termotivasi karena tidak melihat pentingnya pelajaran ini.

Perlu sinergi antara guru, sekolah, dan orang tua untuk membangun pemahaman bersama.

🛠️ Solusi dan Harapan

Meskipun tantangannya banyak, bukan berarti nggak bisa diatasi. Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain:

  • Pelatihan berkelanjutan untuk guru Informatika (baik daring maupun luring).
  • Kolaborasi antar guru untuk berbagi sumber daya dan pengalaman.
  • Pemanfaatan platform belajar gratis seperti Petani Kode, Progate, atau Dicoding.
  • Dukungan kebijakan yang mendorong pengadaan sarana prasarana.
  • Memberdayakan siswa sebagai agen belajar (student-led learning).

Perubahan akan terjadi kalau kita mulai dari hal kecil dan konsisten.

🌟 Penutup

Peran guru Informatika di era Kurikulum Merdeka sangat krusial. Mereka bukan hanya pengajar, tapi juga inspirator, fasilitator, dan pembimbing siswa dalam memahami dunia digital. Meski banyak tantangan, semangat untuk terus belajar dan berkembang harus tetap dijaga.

Buat kamu para guru Informatika, tetap semangat ya! Perubahan memang nggak mudah, tapi dampak positifnya akan terasa seiring waktu. Yuk, kita bareng-bareng membentuk generasi yang melek teknologi, kreatif, dan siap menghadapi masa depan. 💡💪

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like